Google Translate

Entri Populer

Minggu, 29 April 2012

7 Pemain Sepak Bola Yang Pernah Membela Inter Milan, AC Milan, & Juventus

1. Giuseppe Meazza


Dia ini orang asli Milan. Pemain yang lahir tanggal 23 Agustus 1910 ini adalah salah satu pemain timnas Italia yang hidup di era rezim Benito Mussolini. Dia merasakan bagaimana ancaman pemimpin fasis itu kepada timnas Italia pada World Cup 1938 untuk menjuarai turnamen itu kalo tidak mau dibunuh. Milanisti atau Interisti tau betul nama ini. Tau betul bagaimana cara mengucapkan namanya dengan benar karena namanya kini diabadikan menjadi nama stadion yang berdiri kokoh di kota Milan.

Milanisti dan Interisti juga mungkin tau dia pernah membela dua klub ini, tetapi sedikit yang tau dia pernah membela Juventus. Setelah dari musim 1927 hingga 1940 membela Inter dengan 348 caps dan 245 gol (termasuk saat gol ketika serie A belum ada, dimana kompetisi dibagi menjadi dua wilayah: Italia Utara dan selatan) serta membela Milan musim 1940–1942 dengan 37 serta cuma mencetak 9 gol, pemain yang hobinya bermalam di tempat prostitusi sebelum hari pertandingan ini berlabuh di Juventus. Disana ia bermain 27 kali dan mencetak sepuluh gol.

Meazza, sampai saat ini, masih memegang sebuah rekor di Italia. Rekor pemain yang mencetak gol terbanyak pada debutnya. 31 gol. Bersama Inter ia memenangkan 3 kali kejuaraan Nasional (1930, 1938 dan 1940) dan menjadi runner-up pada 1933, 1934, 1935; Piala Italia pada tahun 1939 dan juga menjadi top skorer sebanyak 3 kali (1930, 1937, 1938), walau sebelum Serie A pada tahun 1929 ia juga pernah menjadi top skorer.

Meazza memang dikenal sebagai ikon Inter, tapi pada akhirnya dia tetap pergi. Ke Milan. Ke Juventus. Ke beberapa klub lain juga sampai akhirnya kembali ke Inter Milan musim 1946/1947. Dia meninggal 21 Agustus 1979 setelah dalam hidupnya berhasil mencetak 33 gol bagi Timnas Italia.
 
2. Andrea Pirlo
Sejak tahun 2001 sampai 2011 ia loyal membela Milan. Tampil 284 kali dan mencetak 34 gol. Terhitung banyak mengingat dia beroperasi di tengah dan sebagai pengatur serangan Milan. Sayang sekali karena kerap dibekap cedera, Allegri tak keberatan melepasnya ke Juentus musim ini.

Pirlo memang terkenal di Milan tapi tahukah Anda kalo dia pernah membela seteru abadi Milan, Inter?. Ya dia pernah membela Inter musim 1998 sampai 2001 dimana dua musim diantaranya dia dipinjamkan ke Reggina dan klub yang ia bela pertama kali sebelum di Inter: Brescia.

Pemain yang kini berumur 32 tahun itu bersama Milan telah memenangkan 2 titel Scudetto, 2 titel Liga Champions dan 1 titel Piala Dunia Antar Klub. Untuk kariernya di tim nasional Italia, ia telah bermain di ajang Euro 2004, memenangkan medali perunggu pada ajang Olimpiade tahun 2004, dan menjadi juara di Piala Dunia 2006.

Saat ini pirlo masih bermain di Juventus, dan menjadi salah satu pemain starter yang dapat diandalkan.

 
  

3. Roberto Baggio

Dia diingat karena gagal menendang penalti saat Italia bersua Brasil di final piala dunia 1994 di Amerika Serikat, padahal sebelumnya dia sangat dipuja publik Italia. Pemain ini dikenal dengan ciri khasnya yaitu punya kuncir kuda. Iya membela juventus musim 1990-1995, AC Milan musim 1995-1997, serta Internazionale Milano musim 1998-2000. Sepanjang karirnya ia mencetak 215 gol di Seri A, 318 gol dalam seluruh karirnya, 9 gol di Piala Dunia (Italia 1990, AS 1994, Perancis 1998), dan 27 gol di timnas Italia.

Dia meraih penghargaan sebagai Pemain Terbaik FIFA pada tahun 1993. Dia merupakan pemain terbaik Italia saat membela timnya di Piala Dunia FIFA 1994. Hasil terbaiknya ialah runner-up timnas Italia pada Piala Dunia 1994. Ia mengakhiri karir serie A nya di klub asal Emilia Romagna, Bologna. Kota dekat Maranello, markas besar Scuderia Ferrari.

  


 

4. Edgar Davids

Edgar Steven Davids (lahir di Paramaribo, Suriname, 13 Maret 1973; umur 39 tahun) adalah seorang pemain sepak bola asal Belanda yang telah pensiun dan kini menjabat anggota dewan supervisor klub Ajax Amsterdam di Liga Utama Belanda. Siapa Juventini yang tak tau dia? 'Badak' asal Suriname yang kalo main memakai kacamata hitam khusus karena ia mengidap glukoma mata ini bermain untuk si Nyonya tua musim 1997 hingga 2004 dengan mencetak sepuluh gol. Sebelumnya ia membela Milan semusim yaitu musim 1996-1997 dengan satu gol, lalu menyeberang ke Inter pada tahun 2004-2005. Davids kembali memperkuat klub Crystal Palace pada tahun 2010 dalam periode yang singkat sebelum pensiun pada umur 37.
 
 
 
5. Patrick Vieira

Patrick Vieira (lahir di Dakar, Senegal, 23 Juni 1976; umur 35 tahun) adalah gelandang tim nasional sepak bola Perancis yang bertinggi badan 191 cm ini dikenal karena sukses memimpin Arsenal. Dia berhasil mengangkat trofi Piala Dunia. Dia juga berhasil memenangkan Piala Eropa.

Dia membela AC Milan musim 1995-1996 dengan hanya mencetak satu gol dan memainkan hanya 2 partai, lalu menghabiskan masa-masa indah karirnya bersama Arsenal, sampai akhirnya ke Juventus musim 2005-2006 dimana dia mencetak enam gol dari 35 caps dan membawa Juve juara Serie A. setelah itu pindah ke Inter Milan 2006-2010.

  
 

 
6.Christian Vieri

Christian Vieri (lahir di Bologna, Italia, 12 Juli 1973; umur 38 tahun) adalah mantan seorang pemain sepak bola asal Italia. Ia berposisi sebagai penyerang. Kalo kita buka Wikipedia dan liat daftar klub yang dibela Vieri maka kita akan temukan dia membela hampir lima belas klub. Gile gan, Empat belas lebih tepatnya.

Mulai dari Torino musim 1991-1992 sampai Atalanta musim 2008-2009. Di antara ke empat belas klub itu terseliplah tiga nama: Juventus (musim 1996-1997, 23 main dan 8 gol), Inter Milan (musim 1999-2005, 144 caps dan 103 gol), dan AC Milan (musim 2005-2006, 8 caps, 1 gol)

Terlihat saat membela Inter dia mencetak banyak gol. Tak heran jika dirinya waktu itu identik dengan Inter dan Inter tak bisa jauh-jauh dari dirinya.

Vieri telah dipanggil ke tim nasional Italia sejak tahun 1997. Ia memperkuat Italia di ajang Piala Dunia 1998 dan 2002 serta Piala Eropa 2004. Meskipun lahir di Italia, Vieri dibesarkan di Sydney, Australia dan bahkan menyebut bahwa pahlawan olahraga terbaiknya adalah Allan Border, seorang pemain kriket. Adiknya, Max Vieri pernah memperkuat Australia pada tahun 2004.


  

 
7. Zlatan Ibrahimovic

Zlatan Ibrahimovi? (lahir di Malmo, Skane lan, Swedia, 3 Oktober 1981; umur 30 tahun). Posisinya adalah penyerang. Ia berdarah Bosnia dan Kroasia dan telah memperkuat tim nasional Swedia di ajang Piala Dunia 2002 dan 2006 dan Piala Eropa 2004.

Ibra membela Juve musim 2004-2006. Main 69 kali dan mencetak 23 gol. Sayang seribu sayang Juve terkena kasus Calciopoli. Ibra pun tanpa dosa meninggalkan Juve yang ia beri scudetto dua kali itu. Fans Juve pun banyak yang tak terima. Tak terima karena ia bukan hanya pergi dari Delle Alpi, melainkan juga karena dia pergi untuk bergabung dengan pasukan biru hitam Moratti yang notabene-nya musuh Juve.

Bersama Inter ia main 88 kali dan mencetak lebih banyak gol daripada yang ia cetak waktu di Juve, yaitu 57 gol. Inter pun ia beri Scudetto. Tak tanggung-tanggung, tiga kali berurutan. Setelah itu ia hijrah ke barcelona.

Disebabkan oleh ketidakcocokannya dengan sang entrenador Pep Guardiola, ia keluar dari Barca di musim 2010 untuk bergabung dengan milan pada tahun 2010 hingga saat ini. Dan ibra pun sudah memberikan 1 gelar scudetto dan 1 gelar super copa itali untuk milan.

 

 
Read More >>

Daftar 7 pemain sepakbola terkaya di dunia tahun 2012

1. Lionel Messi, Barcelona = £27,5 juta
2434482_20120321014022

2. David Beckham = £26,2 juta
2434482_20120321014037

3. Cristiano Ronaldo, Real Madrid = £24,3 juta
2434482_20120321014103

4. Samuel Eto'o, Anzhi = £19,4 juta
2434482_20120321014758

5. Wayne Rooney, Man Utd = £17,2 juta
2434482_20120321014154

6. Sergio Aguero, Man City = £15,7 juta
2434482_20120321014204

7. Yaya Toure, Man City = £14,7 juta
2434482_20120321014855
Read More >>

Jumat, 27 April 2012

Kumpulan Karikatur Lucu Pemain Sepakbola Top Dunia

1. Lionel Messi
Photobucket

2. Ricardo Kaka
Photobucket

3. Ronaldinho
Photobucket

4. Wayne Rooney
Photobucket

5. David Beckham
Photobucket

6. Thierry Henry
Photobucket

7. Carlos Tevez

Photobucket

8. David Villa
Photobucket

9. C. Ronaldo
Photobucket

10. Pele
Photobucket
Read More >>

Rabu, 25 April 2012

4 Tuan Rumah Yang Bermain di Laga Final Liga Champions

Madrid - Tak banyak klub yang jadi tuan rumah final Piala Champions/Liga Champions dan bisa lolos ke partai puncak. Dan Bayern Munich jadi klub keempat yang bisa melakukan hal tersebut.

Dari 56 final yang sudah dihelat, hanya pernah tiga kali sebuah klub lolos ke final yang dihelat di kandangnya sendiri. Ketiga klub itu adalah Real Madrid, Inter Milan, dan AS Roma.

1.
Real Madrid Wallpaper  20   Wallpaper Nuke
Madrid melakukannya pada final musim 1956/1957, ketika masih berformat Piala Champions. Ketika itu, El Real sukses mereguk kemenangan 2-0 atas Fiorentina di Santiago Bernabeu.

2.













Delapan tahun berselang, yakni pada musim 1964/1965, giliran Inter yang tampil di final yang dihelat di Giuseppe Meazza. Lagi-lagi, kemenangan berpihak kepada tuan rumah. La Beneamata yang ketika itu dilatih oleh Helenio Herrera menang 1-0 atas Benfica berkat gol Jair Da Costa.

3.
Roma Wallpaper
Roma menjadi tim terakhir yang melakukannya pada musim 1983/1984. Final kala itu dihelat di Olimpico Roma. Sial bagi I Lupi, mereka takluk 2-4 di tangan Liverpool lewat babak adu penalti. Sejauh ini, Roma menjadi satu-satunya tuan rumah yang kalah di final.

4.
Fc Bayern Munchen Logo
Musim ini, Bayern sukses mengikuti jejak Madrid, Inter, dan Roma. Die Roten melakukannya setelah menyingkirkan Madrid di semifinal lewat drama adu penalti yang berakhir 3-1.
Read More >>

Senin, 23 April 2012

Tokoh Di Balik Chelsea "Roberto Di Matteo"

NAHH saat artikel ini di terbitkan dia adalah seorang pelatih sepak bola Chelsea

Profil Roberto Di Matteo dia lahir 29 Mei 1970 adalah  mantan pemain sepak bola kelahiran Swiss dan saat artikel ini di publik kan dia melatih Chelsea sampai akhir musim 2011-12. dalam karir sepak bolanya Sebagai pemain tengah, bermain di Schaffhausen, Zürich, Aarau, Lazio, dan Chelsea. Dia main 34 kali untuk  Timnas Italia, mencetak dua gol, dan bermain di Euro 1996 dan Piala Dunia 1998. Ia pensiun sebagai pemain pada Februari 2002 pada usia 31 karena masalah cedera.


Semasa hidup dan perjalanan karir Roberto Di Matteo di Swiss dan Italia

Lahir di italy orang tua Italia, Di Matteo memulai karirnya dengan klub Swiss Schaffhausen, sebelum bergabung Zürich pada tahun 1991 dan Aarau setahun kemudian. Ia memenangkan Nationalliga di Swiss dengan Aarau pada tahun 1993 dan di musim yang sama dianugerahi Pemain Swiss of the Year. 

Dia menandatangani kontrak untuk Lazio pada musim panas 1993 dengan transfer bebas. Di Matteo menjadi biasa di sisi Lazio dan melakukan debut untuk Italia selama waktu dengan raksasa Roma selama tiga musim. Namun, bertengkar dengan pelatih Zdenek Zeman atas kesalahan defensif yang mengakibatkan kerugian bagi Internazionale, mengakhiri karirnya dengan klub. Akibatnya ia keluar dan di ambil oleh Ruud Gullit untuk bermain di Inggris Chelsea untuk biaya rekor klub maka sebesar £ 4,9 juta.


Roberto Di Matteo Saat bermain di Chelsea
Di Matteo membuat awal yang mengesankan untuk karir Chelsea, mencetak pemenang melawan Middlesbrough pada debut kandannya. lewat Kemampuannya tembakan jarak jauh yang akurat dia menjadi salah satu kekuatan penggerak kebangkitan Chelsea di akhir 1990-an. Ia menyumbang sembilan gol dalam musim pertamanya, termasuk jangka panjang upaya terhadap kedua Tottenham Hotspur dan Wimbledon. Dia membantu menyelesaikan klub-6 di liga, menempatkan tertinggi sejak 1989-1990, dan tahun 1997 mencapai Final Piala FA di Wembley. Dalam 42 detik dari kick-off, Di Matteo mencetak gol dari 30 meter, untuk mengatur Chelsea dalam perjalanan mereka untuk menang 2-0 melawan Middlesbrough. 

Ini adalah tujuan tercepat mencetak dalam cangkir final di Wembley lama, meskipun Louis Saha sejak memecahkan rekor untuk mencetak gol tercepat dalam final Piala FA - skor melawan Chelsea untuk Everton di tahun 2009 akhir.

Musim berikutnya ia kembali membuktikan kemampuannya kepada tim, chipping dengan sepuluh gol dan assist banyak, karena Chelsea melanjutkan untuk mengklaim Football League Cup dan Piala Winners ', kehormatan Eropa pertama mereka sejak 1971. Pada final Piala Liga, sekali lagi melawan Middlesbrough, Di Matteo mencetak gol kedua dalam kemenangan 2-0. Musim 1998-99 ternyata menjadi musim yang spesial bagi Chelsea karena mereka pergi untuk sebuah rekor tidak terkalahkan dari lebih dari 20 permainan untuk finis ketiga di Liga Premier dan lolos ke Liga Champions. Di Matteo memainkan peran penting di lini tengah sebelah Gustavo Poyet, Dennis Wise dan Dan Petrescu dan mencetak beberapa gol mengesankan, di antaranya serangan terhadap Coventry City di detik-detik terakhir pertandingan.

Selama, musim 1999-2000 ia terhambat oleh cedera namun kembali di akhir musim untuk mencetak beberapa gol penting, termasuk ketiga tujuannya memenangi Piala di Wembley, sekali lagi di Piala FA. Dalam laga masam, Di Matteo memanfaatkan kesalahan oleh kiper Aston Villa David James untuk mencetak gol kemenangan pada menit ke-71, Chelsea menyerahkan trofi keempat utama mereka dalam tiga tahun. Ini memimpin Di Matteo mengomentari Stadion Wembley pepatah lama "Sayang mereka merobek tempat lama turun - itu telah menjadi tanah sangat beruntung untuk saya".

Awal ke musim 2000-01, Di Matteo menderita patah tulang kaki tiga dalam pertandingan Piala UEFA melawan klub Swiss St Gallen dan menghabiskan delapan belas bulan berikutnya di pinggir lapangan. Dia akhirnya menyerah pada comeback dan pensiun pada Februari 2002 pada usia 31. Dalam enam tahun di Chelsea, ia membuat 175 penampilan dan mencetak 26 gol. Dia tidak pernah kalah di Old Trafford. Dia terpilih dalam skuad dari terbesar Chelsea pernah XI, dan mantan manajer Claudio Ranieri memberinya kehormatan untuk memimpin tim Chelsea dalam Piala 2002 FA, yang Chelsea kemudian kehilangan 2-0 untuk Arsenal saingan.

Milton Keynes don
Pada bulan Juli 2008, Di Matteo diangkat sebagai Milton Keynes don manajer baru setelah Paul Ince pergi untuk bergabung dengan Blackburn Rovers. Ia pada gilirannya menunjuk mantan kolega Chelsea Eddie Newton sebagai asistennya dan Ade Mafe, yang tampil di Olimpiade 1984 Summer dan bekerja di Chelsea selama waktu Di Matteo di sana, sebagai pelatih kebugarannya. Dia mulai kualifikasi lisensi kepelatihannya UEFA saat masih bermain - menyelesaikan nya "B" lisensi selama waktu dengan Chelsea. Pada musim pertamanya dengan don MK, ia memimpin mereka ke tempat ketiga di Liga Satu belakang Leicester dan Peterborough. Mereka kalah dalam play-off semifinal melawan Scunthorpe adu penalti.
[Sunting] West Bromwich Albion

Ia dipekerjakan sebagai Pelatih Kepala Barat Albion Bromwich. Dalam musim pertamanya, tim urutan kedua di divisi dua Inggris, Football League Championship, di belakang favorit Newcastle United, menang promosi otomatis ke Liga Premier.

Pada hari pembukaan musim 2010-11 Liga Utama Inggris 14 Agustus 2010, Roberto Di Matteo kembali ke Chelsea sebagai Pelatih Kepala West Brom tapi melihat timnya kalah 0-6. Hasil yang lebih baik di pertandingan selanjutnya menyebabkan awal terbaik untuk Musim Liga Premier oleh klub dan Di Matteo bernama Premier League Manager of the Month untuk bulan September 2010. Selama Desember 2010 dan Januari 2011, klub memiliki jangka waktu miskin bentuk, memenangkan hanya satu dari sepuluh laga. Mayoritas fans yang masih setia Di Matteo tapi setelah kalah 0-3 dari Manchester City pada 5 Februari 2011 ia dibebaskan dari tugas-tugasnya dengan segera dan pertama Tim Pelatih Michael Appleton diangkat sebagai manajer sementara. West Bromwich menyelesaikan musim di posisi kesebelas.

Pelatih Chelsea

Pada 29 Juni 2011, Di Matteo diumumkan sebagai asisten manajer untuk manajer baru Chelsea Andre Villas Boas.  Pada 4 Maret 2012 ia ditunjuk sebagai manajer sementara Chelsea hingga akhir musim menyusul pemecatan Villas Boas. Di Matteo mulai memerintah di Chelsea dalam memenangkan bentuk, setelah menang 2-0 atas kota Birmingham di Piala FA dan melaju ke perempat final piala FA. Pada tanggal 10 Maret 2012, Di Matteo mendapat liga pertamanya menang melawan Stoke City, menang 1-0 berkat gol babak kedua Didier Drogba. Pada tanggal 14 Maret di leg ke-2 Liga Champions terakhir 16, Chelsea berhasil mengatasi defisit 3-1 melawan Napoli menang 4-1 pada malam hari, pada 5-4 agregat untuk lolos ke Liga Champions Final Quarter, menjadi hanya tim keempat dalam 45 upaya untuk membalikkan defisit leg pertama dua gol atau lebih Ia juga dipandu blues untuk kemenangan 5-2 atas Leicester City ke semifinal Piala FA , dan Fernando Torres. mendapat penjepit untuk menempatkan Chelsea di semifinal. Kerugian yang pertama datang sebagai manajer Chelsea saat Manchester City mengalahkan mereka 2-1 di Stadion Etihad. Pihaknya kemudian bermain imbang 0-0 melawan Spurs. Di perempatfinal bermain Liga Champions, Chelsea mengalahkan SL Benfica 1-0, sebelum pertandingan mereka menetap di 4 April di Stamford Bridge. 

Pihaknya kemudian mengalahkan Aston Villa di Villa Park pada tanggal 31 Maret dengan skor akhir 4-2 menampilkan bentuk-mencari striker Fernando Torres mencetak satu dari empat gol. Pada pertandingan leg kedua melawan UEFA Liga SL Benfica, ia membantu klub menang 2-1 mengambil Chelsea ke Semi - Final pertemuan FC Barcelona. Timnya kemudian menang melawan Wigan Athletic dengan skor 2-1 dan bermain imbang dengan Fulham 1-1. Pihaknya kemudian mengalahkan Tottenham Hotspur 5-1 di Piala FA Semi Final mengambil Blues ke final di mana mereka akan bertemu Liverpool.
Selain itu iya mampu menyingkirkan Barcelona di partai semifinal Liga Champion, dan memasuki partai puncak liga champion.
 

Read More >>

Minggu, 22 April 2012

Biografi "Pele" Sang Legenda

Biografi PELE


Pele adalah legenda sepakbola dunia yang mendominasi dunia sepakbola selama dua dasawarsa. Ia membawa Brasil tiga kali juara dunia (1958, 1962 dan 1970). Terlahir dengan nama Edson Arantes do Nascimento 23 Oktober 1940. Ia menekuni dunia sepakbola sejak usia 10 tahun dan ditemukan oleh pemain sepakbola Waldemar de Brito pasa usia 11 tahun saat bekerja sebagai penyemir sepatu. Empat tahun kemudian de Brito membawa Pele ke Sao Paolo dan membujuk direktur tim Profesional Santos untuk merekrut Pele. De Brito mengungkapkan keyakinannya bahwa Pele akan menjadi pemain sepakbola terhebat di muka bumi. 

Keyakinan de Brito terbukti tahun 1962 dan 1963 saat Santos berhasil menggondol juara antar klub, bahkan menjadi pencetak gol terbanyak di liga Brasil. Nama Pele terus melejit ketika Brasil berhasil menjadi juara dunia tahun 1958. Pele yang baru masuk timnas Brasil memperlihatkan bakat luar biasa. Dalam dua piala dunia berikutnya tahun 1962 dan 1970, peran Pele sangat besar hingga Brasil dapat merengkuh trofi piala dunia 3 kali. Pada piala dunia 1966 Brasil di favoritkan menjadi juara. Pele dan Garrincha masing-masing telah mencetak satu gol ketika Brasil mengalahkan Bulgaria. Banyaknya pemain cedera membuat permainan Brasil kurang tajam. Pele menjadi bulan-bulanan bek-bek lawan. Ia di jegal, di tabrak dan menjadi sasaran tackling kasar. Brasil akhirnya tersisih setelah kalah dari Hongaria dan Portugal yang di motori Eusebio. Pada piala dunia 1970 di Meksiko, dengan sebagian besar pemain muda Brasil kembali menjadi favorit juara. Dipertandingan final, Brasil berhadapan dengan Italia. Di babak pertama Pele mencetak gol hingga babak pertama berakhir imbang 1-1. Di babak kedua Brasil sukses menundukkan Italia 4-1 dengan gol tambahan Gerson, Jairzinho dan Carlos Alberto. Brasil akhirnya menjadi juara ke tiga kalinya. 

Pele sangat dihormati tidak saja di dunia sepakbola, ia bahkan pernah menghentikan perang. Ketika Pele datang tahun 1967 untuk melakukan pertandingan eksebisi di Nigeria, pihak-pihak yang bertikai dalam perang saudara menyerukan gencatan senjata selama 48 jam sehingga Pele bisa bermain di ibukota Nigeria Lagos. Sebagai pemain sepakbola, Pele berhasil menggapai puncak prestasi dalam waktu relatif lama dibandingkan pemain lainnya. Hanya beberapa pemain saja yang mampu tampil prima selama lima tahun, namun Pele tetap tampil memukau selama 18 tahun. Pele terus bermain untuk tim Santos hingga tahun 1974. Setelah itu, tahun 1975 ia bergabung dengan klub Amerika Cosmos dengan kontrak mencapai 7 juta dolar dan memecahkan rekor transfer tertinggi saat itu. Pele bermain selama tiga tahun dan menutup karirnya bersama Cosmos dengan gelar juara liga Amerika Utara tahun 1977.

 

Read More >>

Sir Alex Ferguson tokoh dibalik kisah sukses Klub sepakbola MU

Profil dan Biografi Singkat Sir Alex Ferguson

Seperti begitu banyak manajer sepakbola, Alexander Chapman Ferguson muncul dari awal yang sederhana. Lahir di Govan, distrik pembuatan kapal Glasgow, akar kelas pekerja memainkan peran dalam pendakian untuk menjadi manajer yang paling berturut-turut dalam sejarah Liga Premier dan, setelah dua dekade yang luar biasa yang bertanggung jawab atas Manchester United, ia telah memenangkan penghargaan dari semua orang dalam permainan.

Sir Alex Ferguson atau dikenal Alex Ferguson CBE lahir 31 Desember 1941 di Lahir di Govan, distrik pembuatan kapal Glasgow. Alexander Chapman Ferguson muncul dari awal yang sederhana. Sir Alex Ferguson adalah mantan pemain sepak bola berkebangsaan Skotlandia. Selepas menjadi pemain, Ia kemudian melatih klub Stirling Timur, St Mirren, Aberdeen. Kemudian sejak 6 November 1986 sampai sekarang Sir Alex menggantikan Ron Atkinson sebagai pelatih. Ia menjadi manajer lebih dari 1000 pertandingan Manchaster United. Sir Alex Ferguson bahkan dianggap sebagai salah satu manajer terbaik di dunia. Rekor Sir Alex bahkan tidak tertandingi oleh pelatih manapun dalam sejarah sepakbola Inggris. Karakter sebagai pekerja keras sejak muda berpengaruh besar dalam prestasinya sebagai pelatih, manajer,arsitek dan tokoh yang membawa perubahan besar di Manchaster United.

Pada Bulan November 1986 Fergie menolak tawaran menggiurkan dari Barcelona, Arsenal, Rangers dan Tottenham untuk diposisikan sebagai manajer klub-klub raksasa tersebut. Ia justru memilih Manchester United dan meninggalkan keberhasilan yang diraihnya di Skotlandia. Ferguson membangun kembali Manchaster United yang masih dalam masa sulit dengan rekruitmen pemain-pemain muda. Ia terapkan kedisiplinan luar biasa pada setiap punggawa United. Ia juga memposisikan sebagai mentor, motivator dan pembangun mental pemain-pemain muda United. Fergie juga memusnahkan budaya dan tradisi minum-minuman di Old Traford dengan mengeluarkan pemain-pemain yang sudah menjadi idola di United.

Di Manchester United, Sir Alex menjadi pelatih tersukses dalam sejarah sepak bola Inggris, dengan memimpin tim memenangkan 11 gelar juara liga. Pada 1999, dia menjadi pelatih pertama yang membawa tim Inggris meraih treble dari Liga Utama, Piala FA and Liga Champions UEFA. Juga menjadi satu-satunya pelatih yang memenangkan Piala FA sebanyak 5 kali, Fergie juga menjadi satu-satunya pelatih yang berhasil memenangkan gelar Liga Inggris sebanyak 3 kali berturut-turut bersama tim yang sama (1998-1999, 1999-2000 and 2000-2001). Pada 2008, dia bergabung bersama Brian Clough (Nottingham Forest) dan Bob Paisley (Liverpool) sebagai pelatih Britania yang pernah memenangkan kejuaraan Eropa sebanyak lebih dari satu kali.

Rekor Kesuksesan Sir Alex
Kisah sukses Sir Alex Ferguson terekam dalam rekor trofi yang telah direngkunya:
Trofi Liga Premier Skotlandia (3 kali): tahun 1985, 1984, 1980;
Trofi Divisi Pertama Skotlandia (1 kali): tahun 1977;
Trofi Piala FA Skotlandia (3 kali) :1986, 1984, 1983, 1982;
Trofi PialaLiga Skotlandia (1 kali): Tahun 1986;
Trofi Liga Primer Inggris (11 kali) Tahun 2009, 2008, 2007, 2003, 2001, 2000, 1999, 1997, 1996, 1994, 1993;
Trofi Piala FA (5 kali) Tahun 2004,1999,1996,1994,1990;
Trofi Piala Liga 4 kali: Tahun 2010, 2009, 2006 , 1992)
Trofi FA Charity Shield (enam kali): tahun 1997, 1996, 1994, 1993, 1990, 2003;
Trofi Liga Champions Eropa: 2008, 1999;
Trofi Piala UEFA Cup Winners (2 kali):Tahun 1991, 1983;
Trofi Piala Super Eropa (2 kali):Tahun 1991, 1983;
Trofi juara dunia antar klub (1 kali):Tahun 1999
Read More >>

Sejarah Panjang Rivalitas MU dan Liverpool


  





"Beberapa orang berpikir sepak bola adalah hidup dan mati. Tapi saya yakinkan Anda, ini akan jauh lebih penting daripada itu semua."- William “Bill” Shankly.
KOMPAS.com – Pernyataan yang dilontarkan dari bibir manajer legendaris Liverpool, Bill Shankly, itu seakan menjadi gambaran sesungguhnya ketika menyaksikan rivalitas terbesar dalam ziarah sepak bola Inggris antara Liverpool dan Manchester United. Nama besar kedua tim seakan menjadi ikon yang tak bisa lepas dan saling melengkapi satu sama lain di dalam ranah sepak bola Inggris saat ini.

Jika ditarik ke belakang, rivalitas Liverpool dan MU ini tak bermula dari urusan lapangan semata. Dunia bisnislah yang pertama kali membuat api rivalitas menggelora dalam sejarah dua klub tersebut. Pada abad ke-19, hubungan kedua kota itu awalnya sangat harmonis, karena Liverpool terkenal sebagai kota pelabuhan besar di Inggris, dan Manchester merupakan kota pertama yang perekonomiannya cukup maju semenjak revolusi Inggris.

Namun, hubungan manis itu harus retak pada akhir 1878. Depresi dunia ketika itu, membuat Manchester "menyalahkan" Liverpool karena dianggap telah memberlakukan tarif tinggi bagi jalur distribusi produk-produk mereka. Kecewa, Manchester lantas membangun pelabuhan sendiri untuk mendistribusikan hasil industri kotanya ke seluruh dunia pada 1894.

Langkah itu, secara tidak langsung akhirnya membuat pendapatan kota dan penduduk di Liverpool turun dengan drastis. Semenjak inilah awal aroma kebencian masyarakat kedua kota itu terjadi. Para Scouse, sebutan warga Liverpool, menilai Mancunian, sebutan bagi warga Manchester, sebagai biang kerok dibalik kekacauan yang terjadi di kotanya.

Kebencian ini pula yang kemudian merasuki ranah sepak bola. Untuk urusan lapangan hijau, Liverpool memang lebih dulu "besar" dibanding dengan MU. Meskipun MU merupakan tim Inggris pertama yang memenangkan Piala Champions pada 1968, namun kesuksesan di era tersebut memang harus diakui adalah milik Liverpool. Memasuki era 1970-an, di bawah kepemimpinan Bill Shankly, Liverpool berubah menjadi raksasa sepak bola di Inggris maupun di Eropa.

Di era ini, Liverpool menyabet 11 gelar juara Liga dan empat juara Piala FA. Termasuk juga prestasi mereka meraih Treble Winners pada tahun 1984 dengan menyandingkan gelar juara Liga dengan Piala FA dan Piala Champions. Bahkan, pada 1974, "The Reds" dapat tertawa bangga karena dapat meraih sukses di papan atas Liga dan Piala FA disaat MU harus rela bermain di Divisi II.

Rivalitas itu kembali memanas memasuki era 1990-an, ketika pelatih asal Skotlandia, Sir Alex Ferguson, memulai karirnya bersama MU. Bahkan, di awal karirnya itu, Ferguson sempat dengan lantang mengatakan bahwa hal terindah bagi dirinya adalah ketika "memukul" Liverpool yang sedang berada di puncak kesuksesan.

Dan pernyataan itu, bukanlah isapan jempol semata. Fergie membuktikannya tiga tahun setelah memulai karirnya bersama MU pada 1986. Fergie memberikan gelar Piala FA pertamanya untuk MU pada 1990. Setelah itu, giliran MU yang berubah bak raksasa Inggris dan dapat tertawa manis di atas "kesuksesan" Liverpool yang terakhir kali meraih gelar Liga Inggris pada 1989. Di era ini, MU mampu meraih 11 gelar juara liga dan 2 kali juara Liga Champions.

Secara keseluruhan, gelar juara Premier League tahun lalu telah menjadikan MU sebagai pemegang koleksi juara terbanyak dengan 19 gelar, mengalahkan Liverpool dengan 18 gelar.  Namun, jika melihat gelar di Eropa, Gerrard dan kawan-kawan jelas lebih unggul dengan raihan lima gelar Liga Champions dibanding MU yang baru mengantongi tiga gelar.

Dari sejarah pertemuan, keduanya sudah bertemu sebanyak 155 kali di semua ajang. Dari catatan pertemuan itu, MU, lebih unggul dengan 59 kemenangan, sedangkan Liverpool mampu meraih 52 kemenangan dan sisanya berakhir dengan imbang.

Namun, Fans kedua tim pernah terlibat rivalitas yang meruncing sejak era hooliganisme di Inggris pada dekade 1970-an. Belakangan, fans kedua tim juga saling sindir tragedi masing-masing klub. Yakni, tragedi Munich (kecelakaan pesawat yang menewaskan delapan dan tiga staf pelatih United pada 5 Februari 1968) dan tragedi Hillsborough (kerusuhan stadion pada 15 April 1989 yang memakan korban dari fans Liverpool dengan 96 orang meninggal dan 766 orang lainnya mengalami luka-luka).

Rivalitas sejati

Kini, kedua klub itu akan kembali mempertaruhkan gengsi rivalitas sejarah mereka dalam putaran keempat Piala FA, Sabtu (28/1/2012). Laga panas dan penuh tensi sudah pasti akan terjadi. Apalagi di musim ini, "The Reds" harus kehilangan salah satu penyerang andalannya, Luis Suarez, yang dihukum tidak boleh tampil selama delapan pekan, karena terbukti mengucapkan kata rasis terhadap bek MU, Patrice Evra, 15 Oktober lalu.

Sejumlah media di Inggris bahkan menyebut laga kali ini dapat berpotensi menjadi kerusuhan antar suporter. Para Liverpudlian, pendukung Liverpool, sudah pasti tak terima dengan apa yang didapat oleh Suarez. Aroma ini pun kembali mengingatkan kebencian mengenai persoalan sejarah munculnya pelabuhan di dua kota tersebut.

Untuk mengantisipasinya, polisi di Marseyside sudah mengingatkan akan menindak tegas siapapun yang membuat kekacauan. Ferguson pun secara terangan-terangan telah menghimbau agar pendukungnya tidak terpancing emosinya.

















"Rasanya, tak perlu menyulut bubuk mesiu, laga ini sudah berjalan panas," kata Fergie.
Kapten Liverpool, Steven Gerrard mengatakan hal serupa. Pemain asal Inggris itu mengaku tidak menginginkan pertandingan itu berlangsung rusuh. Dia ingin, Liverpool, MU dan persaingannya akan selalu dikenang karena permainan sepak bolanya yang hebat di seluruh dunia.

"Kita semua memiliki tanggung jawab untuk memastikan pertandingan nanti dikenang karena sepak bola," kata Gerrard.

Jika melihat sejumlah hal tersebut, memang benar adanya pernyataan "Sepak bola bukan hanya soal hidup dan mati". Pertemuan keduanya bukan sekadar soal prestasi masing-masing tim, tapi akan selalu diingat sebagai tonggak sejarah rivalitas sejati dua kota besar di wilayah barat Inggris itu.




Read More >>

Senin, 09 April 2012

Sejarah rivalitas Ac Milan vs Inter Milan


Derby Milan: Antara Gengsi, Perebutan Scudeto Dan Pertempuran Hati

Awalnya tidak ada Inter dan Milan. Yang ada hanya Milan, klub yang didirikan Alfred Edwards pada 16 Desember 1899. Pada tahun 1908 timbul perpecahan. Sekelompok orang Italia dan Swiss, yang menjadi pengurus klub, tidak senang melihat dominasi pemain asal Italia di dalam skuad I Rossoneri. Mereka ingin klubnya menerima lebih banyak stranieri alias pemain asing. Pendapat itu ditolak Milan. Akibatnya, para pemberontak ini memisahkan diri dan membentuk Inter. Rivalitas muncul dan terasa panas karena Milan menganggap Inter adalah pengkhianat. Sebaliknya, Inter juga selalu berusaha menjadi oposisi yang berseberangan dengan Milan.
I Nerazzurri memilih kostum berwarna biru, yang dikenal sebagai anti-merah, warna seragam Milan. Sesuai dengan sejarah, Inter sampai sekarang didominasi oleh stranieri. Sebaliknya, Milan masih punya sejumlah Italiano penentu. Ketika Milan memiliki trio Belanda, Ruud Gullit-Marco van Basten-Frank Rijkaard, Inter langsung menandingi dengan trio Jerman: Andreas Brehme-Lothar Matthaeus-Juergen Klinsmann. Ini jelas indikasi persaingan karena di era 1980 dan 1990-an, Belanda-Jerman adalah dua musuh bebuyutan. Karena rivalitas ini, derby della Madonnina menjadi sebuah partai yang seru. Nama Madonnina sendiri diambil dari salah satu landmark utama kota Milano, yaitu patung Bunda Maria di atas Katedral Milano, yang biasa disebut Madonnina.

Persaingan antara Inter dan Milan bahkan pernah meracuni tim nasional Italia. Di era keemasan Sandro Mazzola di Inter dan Gianni Rivera di Milan, mereka nyaris tak pernah main bareng di tim nasional. Kalau Mazzola main, Rivera cadangan. Begitu pula sebaliknya. Terkadang, dua pemain ini saling menggantikan di tengah pertandingan. Kekalahan Italia dari Brasil di Piala Dunia 1970 disebut-sebut karena rivalitas ini. Mazzola menjadi starter dan Rivera baru masuk di menit ke-88, padahal skill individu Rivera dipandang mampu menyulitkan Brasil.

Beda Gaya

Rivalitas Mazzola-Rivera, yang menjadi simbol persaingan antara Inter dan Milan, akhirnya terbawa sampai sekarang dalam bentuk perbedaan karakter permainan kedua tim.

Mazzola adalah produk Helenio Herrera, pelatih Inter di era 1960-an yang dikenal sebagai penemu catenaccio atau pertahanan gerendel. Sebaliknya, Rivera dibentuk oleh Nereo Rocco, pelatih yang mementingkan sepakbola indah kendati ia juga sedikit menganut taktik catenaccio. Inter di tangan Herrera dikenal sebagai La Grande, tim terbaik yang pernah dimiliki La Beneamata. Wajar apabila karakter permainan Inter selalu dikaitkan dengan tim tersebut. Citra Inter sebagai tim pengusung catenaccio terpatri sampai sekarang. Di lain pihak, Milan memuja sepakbola indah. Karakter itu kian jelas setelah Silvio Berlusconi menjadi presiden. Milan selalu mencoba mengumpulkan pemain terbaik dengan harapan mereka menghadirkan sepakbola indah.
Read More >>

100 Pemain Terbaik Sepanjang Sejarah Klub Sepakbola Real Madrid

Jika anda pecinta Madrid sejati, tidak ada salahnya anda berpartisipasi dalam survey yang diadakan oleh RealMadrid.Com. Survey ini ditujukan bagi Madridistas untuk memilih siapa yang anda percaya sebagai pemain terbaik sepanjang sejarah Klub Sepakbola Real Madrid.

Mari kita simak sejenak hasil sementara. Pemain terbaik sepanjang masa diraih oleh Zidane dengan 7.440 suara. Setuju? Pasti. Dan tidak heran jika Zidane menorehkan suara tertinggi. Pencapaiannya di Real Madrid memang fenomenal. Setelah di transfer dari Juventus, Zidane langsung membawa Madrid juara Champions.
Pilihan kedua jatuh pada Almarhum Di Stefano. Jika kita menyaksikan video aksi-aksi Di Stefano, rasanya tidak mungkin kalau dia bukan pilihan Madridistas. Kuat dan lincah dilapangan. Dan berhasil memboyong tropi yang tidak sedikit untuk Real Madrid.
Yang mengejutkan, peringkat Luis Figo masih dibawah Ronaldo. Padahal, hemat saya, Luis Figo lebih banyak membantu Real Madrid memberikan tropi daripada Ronaldo.
Dan yang lebih mengejutkannya lagi, tidak adanya Beckham dalam 100 pemain terbaik sepanjang sejarah Klub Sepakbola Real Madrid. Di dalam survey pun tidak ada sama sekali nama David Beckham untuk kategori 2000-2008. Kenapa? Padahal, dia dan Ronaldo sama-sama membantu Madrid memboyong satu tropi La Liga, walau beda tahun.
Ok, sekarang mari kita lihat daftar lengkap 100 pemain terbaik sepanjang sejarah Klub Sepakbola Real Madrid sampai tanggal 12 Maret.
*1* Zidane *7.440*
*2* Di Stéfano *7,091*
*3* Raúl *6,949*
*4* Bernabéu *6,933*
*5* Casillas *6,882*
*6* Roberto Carlos *6,731*
*7* Butragueño *6,287*
*8* Hierro *6,184*
*9* Hugo Sánchez *5,951*
*10* Puskas *5,792*
*11* Ricardo Zamora *5,442*
*12* Redondo *5,219*
*13* Pirri *5,062*
*14* Camacho *5,042*
*15* Santillana *4,761*
*16* Juanito *4,672*
*17* Del Bosque *4,533*
*18* Gento *4,514*
*19* Amancio *4,227*
*20* Pahiño *4,225*
*21* Miguel Muñoz *3,872*
*22* Sergio Ramos *3,718*
*23* Molowny *3,664*
*24* Zamorano *3,604*
*25* Schuster *3,423*
*26* Laudrup *3,416*
*27* Sanchis *3,399*
*28* Sanchís Martínez *3,336*
*29* Ronaldo *3,272*
*30* Figo *3,265*
*31* Mijatovic *3,176*
*32* Buyo *3,004*
*33* Quincocés *2,976*
*34* Guti *2,598*
*35* Stielike *2,588*
*36* Valdano *2,574*
*37* Zoco *2,511*
*38* Monjardín *2,437*
*39* Santamaría *2,430*
*40* Seedorf *2,388*
*41* Quesada *2,113*
*42* Michel *2,102*
*43* Emilín *2,077*
*44* Suker *1,986*
*45* Van Nistelrooy *1,955*
*46* Joaquín Navarro *1,950*
*47* René Petit *1,903*
*48* Félix Pérez *1,882*
*49* Velázquez *1,876*
*50* Ipiña *1,873*
*51* Sabino Barinaga *1,872*
*52* Kopa *1,850*
*53* Eulogio Aranguren *1,836*
*54* Grosso *1,732*
*55* Gordillo *1,517*
*56* Luis Regueiro *1,515*
*57* Samitier *1,514*
*58* Lecue *1,503*
*59* García Remón *1,393*
*60* Gaspar Rubio *1,357*
*61* Breitner *1,348*
*62* Corona *1,313*
*63* Marquitos *1,261*
*64* José Bañón *1,255*
*65* Martín Vázquez *1,251*
*66* Lazcano *1,227*
*67* Gallego *1,210*
*68* Juanito Alonso *1,179*
*69* Sotero Aranguren *1,168*
*70* Machinbarrena *1,156*
*71* Rial *1,155*
*72* Morientes *1,151*
*73* Chendo *1,098*
*74* Benito *1,083*
*75* Zárraga *1,078*
*76* José María Peña *1,067*
*77* Ciriaco *1,066*
*78* Miguel Ángel *1,038*
*79* Evaristo *924*
*80* Didí *836*
*81* Betancort *831*
*82* Netzer *815*
*83* Miera *804*
*84* De Felipe *761*
*85* Luis del Sol *744*
*86* Bueno *742*
*87* Cunningham *695*
*88* Vicente *648*
*89* Luis Olaso *591*
*90* Cannavaro *571*
*91* José Luis *528*
*92* Santisteban *441*
*93* Helguera *359*
*94* San José *342*
*95* Agustín *341*
*96* Alfonso *283*
*97* Alkorta *271*
*98* Salgado *263*
*99* Marsal *260*
*100* Milla *132*
Read More >>

Sabtu, 07 April 2012

JUVENTUS F.C

















JUVENTUS NUMERO UNO

Juventus Football Club (dari bahasa Latin: iuventusmasa muda, diucapkan [juˈvɛntus]), biasa disebut sebagai Juventus dan popular dengan namaJuve, merupakan sebuah klub sepak bola profesional asal Italia yang berbasis di kota Turin, Piedmont, Italia. Klub ini didirikan pada 1897 dan telah mengarungi beragam sejarah manis, dengan pengecualian kejadian musim 2006-2007, di Liga Italia Seri-A. Klub ini sendiri merupakan salah satu anak perusahaan dari FIAT Group, yang saat ini dimiliki oleh keluarga Agnelli, dan membawahi perusahaan-perusahaan lain seperti Fiat Automobile, tim F1Scuderia Ferrari, Ferrari Corse, dan Maserati Automobile.
Juventus merupakan klub tersukses dalam sejarah Liga Italia Seri-A dengan raihan 27 gelar juara (Scudetto), dan juga tercatat sebagai salah satu klub tersukses di dunia. Merujuk pada International Federation of Football History and Statistics, sebuah organisasi internasional yang berafiliasi pada FIFA, Juventus menjadi klub terbaik Italia di abad 20, dan menjadi klub terbaik Italia kedua di Eropa dalam waktu yang sama.
Secara keseluruhan, klub ini telah memenangi 51 kejuaraan resmi. Dengan rincian 40 di Italia, dan 11 di zona UEFA dan dunia. Sekaligus menjadikannya sebagai klub tersukses ketiga di Eropa, dan keenam di dunia, dengan gelar-gelar dunia yang diakui oleh enam organisasi konfederasi sepak bola, dan tentunya FIFA.
Klub ini menjadi klub pertama Italia dan Eropa Selatan yang berhasil memenangi gelar Piala UEFA (sekarang namanya menjadi Liga Europa). Pada 1985, Juventus menjadi satu-satunya klub di dunia yang berhasil memenangi seluruh kejuaraan piala internasional dan kejuaraan liga nasional, dan menjadi klub Eropa pertama yang mampu menguasai semua kejuaraan UEFA dalam satu musim.
Juventus juga menjadi salah satu klub sepak bola Italia dengan jumlah fans terbesar, dan diperkirakan ada 170 juta orang didunia yang juga menjadi fans Juve.Klub ini menjadi salah satu pencipta ide European Club Association, yang dulu dikenal dengan nama G-14, yang berisikan klub-klub kaya Eropa. Klub ini juga menjadi penyumbang terbanyak pemain untuk tim nasional Italia.
Sejak 2006 klub ini bermarkas di Stadio Olimpico di Torino yang menggantikan markas sebelumnya yaitu Stadion Delle Alpi yang dirubuhkan dan dibangun ulang sebagai stadion baru bernama Juventus Arena. Juventus resmi memakai stadion baru mereka tesebut pada awal September 2011.

Awal mula (1987–1922)

Foto bersejarah, Juventus FC di tahun 1898.
Juventus FC di tahun 1903.

Juventus didirikan dengan nama Sport Club Juventus pada pertengahan tahun 1897 oleh siswa-siswa dari sekolah Massimo D’Azeglio Lyceum di daerah Liceo D’Azeglio, Turin. Awal mula dibentuknya klub ini adalah sebagai pelampiasan dari anak-anak yang saling berteman dan menghabiskan waktu untuk jalan-jalan bersama dan bersenang-senang serta melakukan berbagai hal positif. Usia anak-anak tersebut rata-rata 15 tahunan, yang tertua berumur 17 dan lainnya di bawah 15 tahun. Setelah itu, hal yang mungkin tidak jadi masalah sekarang ini tapi merupakan hal yang terberat bagi pemuda-pemuda tersebut saat itu adalah mencari markas baru. Salah satu pendiri Juventus, Enrico Canfari dan teman-temannya kemudian memutuskan untuk mencari sebuah lokasi dan akhirnya mereka menemukan salah satu tempat yaitu sebuah bangunan yang memiliki halaman yang dikelilingi tembok, mempunyai 4 ruangan, sebuah kanopi dan juga loteng dan keran air minum. Selanjutnya, Canfari menceritakan tentang bagaimana terpilihnya nama klub, segera setelah mereka menemukan markas baru. Akhirnya, tibalah pertemuan untuk menentukan nama klub dimana terjadi perdebatan sengit di antara mereka. Di satu sisi, pembenci nama latin, di sisi lain penyuka nama klasik dan sisanya netral. Lalu, diputuskanlah tiga nama untuk dipilih; “Societa Via Port”, “Societa sportive Massimo D’Azeglio”, dan “Sport Club Juventus”. Nama terakhir belakangan dipilih tanpa banyak keberatan dan akhirnya resmilah nama klub mereka menjadi “Sport Club Juventus”, tetapi kemudian berubah nama menjadi Foot-Ball Club Juventus dua tahun kemudian. Klub ini lantas bergabung dengan Kejuaraan Sepak Bola Italia pada tahun 1900. Dalam periode itu, tim ini menggunakan pakaian warna pink dan celana hitam. Juve memenangi gelar Seri-A perdananya pada 1905, ketika mereka bermain di Stadio Motovelodromo Umberto I. Di sana klub ini berubah warna pakaian menjadi hitam putih, terinspirasi dari klub Inggris Notts County.
Pada 1906, beberapa pemain Juve secara mendadak menginginkan agar Juve keluar dari Turin. Presiden Juve saat itu, Alfredo Dick kesal dan ia memutuskan hengkang untuk kemudian membentuk tim tandingan bernama FBC Torino yang kemudian menjadikan Juve vs. Torino sebagai Derby della Mole. Juventus sendiri ternyata tetap eksis walaupun ada perpecahan, bahkan bisa bertahan seusai Perang Dunia I.

Masuknya Keluarga Agnelli dan merajai Italia (1923–1980)

Omar Sivori, John Charles, danGiampiero Boniperti di era 1950-an.

Pemilik FIAT, Edoardo Agnelli mengambil alih kendali Juventus pada 1923, dimana kemudian ia membangun stadion baru. Hal ini memberikan semangat baru untuk Juventus, dimana pada musim 1925-26, mereka berhasil menjadi scudetto dengan mengalahkan Alba Roma dengan agregat 12-1. Pada era 1930-an, klub ini menjadi klub super di Italia dengan memenangi gelar lima kali berturut-turut dari 1930 sampai 1935, dibawah asuhan pelatih Carlo Carcano, dan beberapa pemain bintang seperti Raimundo Orsi, Luigi Bertolini, Giovanni Ferrari dan Luis Monti.
Juventus kemudian pindah kandang ke Stadio Comunale, tetapi di akhir 1930-an dan di awal 1940-an mereka gagal merajai Italia. Bahkan mereka harus mengakui tim sekota mereka, A.C. Torino. Secercah prestasi kemudian muncul di musim 1937-38 saat Juve menjuarai Piala Italia pertama mereka setelah di final mengalahkan klub sekota mereka, Torino.
Setelah berada di posisi 6 pada musim 1940-41, Juve lantas merebut Piala Italia kedua mereka di musim berikutnya. Di periode ini, Italia ikut Perang Dunia II dan ini membuat jalannya Liga menjadi terhambat. Sepakbola Italia kemudian memutuskan untuk terus berlangsung saat masa perang berjalan. Pada 1944, Juve ikut serta dalam sebuah turnamen lokal, yang akhirnya urung diselesaikan. Pada 14 Oktober, Liga kembali bergulir dan ditandai dengan derby Torino vs. Juventus. Torino yang saat itu mendapat sebutan “Grande Torino” kalah 2-1 dari Juventus. Namun di akhir musim justru Torino berhasil juara. Pada jeda musim panas, sebuah peristiwa penting terjadi di Juve pada 22 Juli 1945, Gianni Agnelli mengambil alih posisi presiden klub, meneruskan tradisi keluarga Agnelli. Dalam kepempinannya, Agnelli mendatangkan Giampiero Boniperti dalam jajaran staffnya. Ditambah amunisi baru seperti Muccinelli dan striker asal Denmark John Hansen. Setelah Perang Dunia II usai Juve berhasil menambah dua gelar Seri-A pada 1949–50 dan 1951–52, dibawah kepelatihan orang Inggris, Jesse Carver.
Gianni Agnelli lantas meninggalkan klub pada 18 September 1954. Tahun ini periode gelap Juve dimulai dengan hanya mampu finish di posisi 7. Musim berikutnya, di bawah arahan manajer Puppo yang mengandalkan skuat muda Juve mulai mencoba bangkit. Setelah serangkaian kekalahan karena skuat yang belum matang, pada November 1956 kabar baik berembus dengan masuknya Umberto Agnelli sebagai komisioner klub. skuat menjadi kuat dengan kedatangan beberapa pemain hebat seperti Omar Sivori dan pemuda Wales bernama John Charles yang menemani para punggawa lama seperti Giampiero Boniperti. Musim 1957-58, Juve kembali berjaya di Seri-A, dan menjadi klub Italia pertama yang mendapatkan bintang kehormatan karena telah memenangi 10 gelar Liga Seri-A. Di musim yang sama, Omar Sivori terpilih menjadi pemain Juventus pertama yang memenangi gelar Pemain Terbaik Eropa. Juve juga berhasil memenangi Coppa Italia setelah mengalahkan ACF Fiorentina di final. Boniperti pensiun di 1961 sebagai top skorer terbaik Juventus sepanjang masa dengan 182 gol di semua kompetisi yang ia ikuti bersama Juventus.
Di era 1960-an, Juve hanya sekali memenangi Seri-A yaitu di musim 1966–67. Tetapi pada era 1970-an, Juve kembali menemukan jatidirinya sebagai klub terbaik Italia. Di bawah arahan Čestmír Vycpálek, Juve berusaha bangkit di musim 1971-72. Di paruh pertama musim, Juve belum stabil dalam permainan dan di paruh kedua mereka berhasil kembali ke performa terbaik terutama saat mencapai final Fairs Cup (cikal bakal Piala UEFA) namun kalah dari Leeds United. Di pekan ke-4 liga, Juve kemudian berhasil mengalahkan AC Milan 4-1 di San Siro ditandai permainan apik Bettega dan Causio. Namun beberapa saat kemudian, Bettega harus istirahat karena sakit dan posisi pertama klasemen milik Juve menjadi terancam. Untungnya mereka berhasil konsisten dan merebut scudetto ke-14 mereka. Selanjutnya di musim 1972-73 Juve kedatangan Dino Zoff dan Jose Altafini dari Napoli. Di musim ini, Juve dihadapkan pada jadwal di Seri-A dan kompetisi Eropa. Setelah berjuang sampai menit akhir, Juve berhasil menyalip AC Milan, yang secara mengejutkan kalah dipertandingan terakhir mereka, dan merebut scudetto ke-15. Juve juga bahkan berhasil masuk final Piala Champions musim tersebut, namun di mereka kalah dari Ajax Amsterdam yang dimotori oleh Johan Crujff. Selanjutnya mereka berhasil menambah tiga gelar lagi bersama defender Gaetano Scirea di musim 1974-75, 1976–77 dan 1977–78. Dan dengan masuknya pelatih hebat bernama Giovanni Trapattoni, Juve berhasil memperpanjang dominasi mereka di era 1980-an.

Scudetto ke-20 dan merajai Eropa (1981–1993)

Michel Platini, bintang Juventus era 1980-an.
Era tangan dingin Trapattoni benar-benar membuat Seri-A porak poranda di 1980-an. Juve sangat perkasa di era tersebut, dengan gelar Seri-A empat kali di era tersebut. Setelah 6 pemainnya ikut andil dalam timnas Italia yang menjuarai Piala Dunia 1982 dengan Paolo Rossi sebagai salah satu pemain Juve kemudian terpilih menjadi Pemain Terbaik Eropa pada 1982, sesaat setelah berlangsungnya Piala Dunia di tahun tersebut. ditambah dengan kedatangan bintang Prancis Michel Platini, Juventus kembali difavoritkan di musim 1982-83. Namun Juventus yang juga disibukkan dengan jadwal kejuaraan Eropa memulai kompetisi dengan lambat. Hal itu ditunjukkan dengan menelan kekalahan dari Sampdoria di pertandingan pembuka musim serta menang dengan tidak meyakinkan atas Fiorentina dan Torino. Sementara di Eropa, mereka berhasil menyingkirkan Hvidovre (Denmark) dan Standard Liege (Belgia) di penyisihan. Akan tetapi, Juventus kembali ke trek juara di musim dingin bersamaan keberhasilan mereka menembus perempat final Liga Champions. Selanjutnya, kemenangan atas Roma melalui 2 gol dari Platini dan Brio membuat jarak keduanya berselisih 3 poin dengan Roma di posisi puncak. Namun, karena konsentrasi Juve terpecah antara Serie A dan Liga Champions akhirnya tidak berhasil mengejar AS Roma yang menjadi juara. Juventus seharusnya bisa menumpahkan kekecewaannya di Liga saat mereka bertemu Hamburg di final Liga Champions tapi hal itu tidak terjadi. Berada di posisi kedua di kompetisi domestic dan Eropa, Juventus akhirnya berhasil merebut gelar penghibur saat menjuarai Piala Italia dan Piala Interkontinental.
Musim panas 1983, Juve kehilangan dua pilar inti mereka. Dino Zoff gantung sepatu di usia 41 tahun sedangkan Bettega beralih ke Kanada untuk mengakhiri karirnya di sana. Juve lantas merekrut kiper baru dari Avellino: Stefano Tacconi dan Beniamino Vinola dari klub yang sama. Sementara Nico Penzo menjadi pendampong Rossi di lini depan. Juve pada saat itu berkonsentrasi penuh di dua kompetisi, Liga dan Piala Winner. Hasilnya, melalui penampilan yang konsisten sepanjang musim, Juve merengkuh gelar liga satu minggu sebelum kompetisi usai. Dan gelar ini ditambah gelar lainnya di Piala Winner saat mereka mengalahkan Porto 2-1 di Basel pada 16 Mei 1984. Dua gelar ini sangat bersejarah dan merupakan prestasi bagi kapten klub Scirea dan kawan-kawan.
Setelah era keemasan Rossi usai, Michel Platini kemudian secara mengejutkan berhasil menjadi pemain terbaik Eropa tiga kali berturut-turut; 1983, 1984 dan 1985, dimana sampai saat ini belum ada pemain yang bisa menyamai dirinya. Juventus menjadi satu-satunya klub yang mampu mengantarkan pemainnya menjadi pemain terbaik Eropa sebanyak empat tahun berurutan. Platini juga menjadi bintang saat Juve berhasil menjadi juara Liga Champions Eropa pada 1985 dengan sumbangan satu gol semata wayangnya. Tragisnya, final melawan Liverpool FC dari Inggris tersebut yang berlangsung di Stadion Heysel Belgia, harus dibayar mahal dengan kematian 39 tifoso Juventus akibat terlibat kerusuhan dengan para hooligans dari Liverpool. Sebagai hukuman, tim-tim Inggris dilarang mengikuti semua kejuaraan Eropa selama lima tahun. Juventus kemudian merebut scudetto terakhir mereka di era 1980-an pada musim 1985-86, yang juga menjadi tahun terakhir Trappatoni di Juventus. Memasuki akhir 1980-an, Juve gagal menunjukkan performa terbaiknya, mereka harus mengakui keunggulan Napoli dengan bintang Diego Maradona, dan kebangkitan dua tim kota Milan, AC Milan dan Inter Milan. Pada 1990, Juve pindah kandang ke Stadio delle Alpi, yang dibangun untuk persiapan Piala Dunia 1990.

Era Marcello Lippi (1994–2003)

Marcello Lippi, salah satu pelatih sukses Juventus.
Marcello Lippi mengambil alih posisi manajer Juventus pada awal musim 1994-95. Ia lantas mengantarkan Juventus memenangi Seri-A untuk pertama kalinya sejak pertengahan 1980-an di musim 1994-95. Pemain bintang yang ia asuh saat itu adalah Ciro Ferrara, Roberto Baggio, Gianluca Vialli dan pemain muda berbakat bernama Alessandro Del Piero. Lippi memimpin Juventus untuk memenangi Liga Champions Eropa pada musim itu juga, dengan mengalahkan Ajax Amsterdammelalui adu penalti, setelah skor imbang 1-1 pada babak normal, dimana Fabrizio Ravanelli menyumbangkan satu gol untuk Juve.
Sesaat setelah bangkit kembali, para pemain Juventus yang biasa-biasa saja saat itu secara mengagumkan bisa mengembangkan diri mereka menjadi pemain-pemain bintang. Mereka adalah Zinedine Zidane, Filippo Inzaghi dan Edgar Davids. Juve kembali memenangi Seri-A musim 1996–97 dan 1997–98, termasuk juga Piala Super Eropa 1996 dan Piala Interkontinental 1996. Juventus juga mencapai final Liga Champions di musim 1997 dan 1998, tetapi mereka kalah olehBorussia Dortmund (Jerman) dan Real Madrid (Spanyol). 

Setelah dua musim absen karena dikontrak oleh Inter Milan (dan gagal), Marcello Lippi kembali ke Juventus di awal 2001. Pria penyuka cerutu ini lantas membawa beberapa pemain biasa, yang kembali ia berhasil sulap menjadi pemain hebat, di antaranya Gianluigi Buffon, David Trézéguet, Pavel Nedvěd dan Lilian Thuram, dimana para pemain tersebut membantu Juve kembali memenangi dua gelar Seri-A di musim 2001-02 dan 2002-03. Juve juga berhasil maju kembali ke final Liga Champions, sayangnya mereka kalah oleh sesama tim Italia lain, AC Milan. Tahun berikutnya, Lippi diangkat menjadi manajer timnas Italia setelah bersaing ketat dengan Fabio Capello, dan mengakhiri eranya sebagai pelatih terbaik Juventus di era 1990-an dan awal 2000-an.

Terjerat masalah dan masa pemulihan (2004–kini)

Fabio Capello (foto saat masih menjadi pemain Juventus tahun 1973) yang sempat menjadi pelatih Juventus di tahun 2004-2006.

Mantan pemain Juventus era 1970-an, Fabio Capello diangkat menjadi pelatih Juve pada 2004. Ia membawa timnya menjuarai dua musim Seri-A di musim 2004-05 dan 2005-06. Sayangnya, di Mei 2006 Juve ketahuan menjadi salah satu klub Seri-A yang terlibat skandal pengaturan skor bersama AC Milan, AS Roma, SS Lazio, dan ACF Fiorentina. Juve terkena sanksi berat, dimana mereka terpaksa di degradasi ke seri-B untuk pertama kali dalam sejarah. Dua gelar yang dibawa Capello juga harus direlakan untuk dicabut.
Dibawah manajer muda Perancis, Didier Deschamps dan para pemain setia seperti Gianluigi Buffon dan Pavel Nedved, Juve menjadi tim super di Seri-B dan dengan hasil sebagai juara seri-B untuk pertama kalinya, Juve kembali ke Seri-A pada musim 2007-08. Claudio Ranieri diangkat menjadi pelatih Juve setelah Deschamps berseteru soal bayaran gaji. Sayangnya usia Ranieri juga tidak berlangsung lama setelah ia gagal membawa Juve juara di musim 2008-09. Mantan pemain Juve lain, Ciro Ferraramulai bertugas menangani Juve di dua pertandingan akhir musim 2008-09 dan melanjutkan posisinya untuk musim 2009-10. Namun Ferrara pun tidak bisa bertahan lama, karena di bulan Januari 2010 ia gagal membawa Juve berprestasi lebih baik setelah kandas di babak penyisihan grup Liga Champions. Ia pun akhirnya digantikan oleh Alberto Zaccheroni. Zaccheroni menangangi Juventus sampai akhir musim 2009-10 dan kemudian ia digantikan oleh Luigi Del Neri untuk musim 2010-11. Namun setelah serentetan hasil buruk di paruh musim kedua, manajemen Juventus akhirnya memutuskan untuk memecat Del Neri tidak lama setelah musim berakhir, dan ia digantikan oleh mantan bintang Juventus di era 1990-an, Antonio Conte.

Serba-serbi klub

Warna, logo, dan julukan

Logo lama Juventus yang digunakan sampai musim 2004-05.

Juventus telah bermain memakai kostum berwarna hitam dan putih ala zebra sejak tahun 1903. Aslinya, Juve bermain memakai kostum berwarna pink, tetapi karena satu dan lain hal, salah satu pemain Juve malah tampil dengan pakaian belang. Akhirnya Juve memutuska untuk beralih kostum menjadi belang hitam-putih.
Juventus lantas menanyakan pada pemain yang memakai baju belang tersebut, yaitu orang Inggris bernama John Savage, apakah ia bisa mengontak teman-temannya di Inggris yang bisa menyuplai kostum Juve dengan warna tersebut. Ia lantas menghubungi temannya yang tinggal di Nottingham, yang menjadi supporter Notts County, untuk mengirim kostum belang hitam-putih ke Turin, dan temannya tersebut menyanggupinya.
Logo resmi Juventus Football Club telah mengalami berbagai perubahan dan modifikasi sejak tahun 1920. Modifikasi terakhir adalah pada musim 2004-05. Dimana saat itu mereka mengubah logo menjadi oval, dengan lima garis vertical, dan banteng yang dibentuk dalam sebuah siluet. Dahulu sebelum musim 2004-05, Juve memiliki sebuah symbol berwarna biru (yang merupakan symbol lain dari kota Turin). Selain itu ditambahkan juga dua bintang yang menggambarkan mereka sebagai satu-satunya klub yang mampu memenagi gelar Seri-A 20 kali. Sementara di era 1980-an, logo Juve lebih banyak dihiasi dengan siluet seekor zebra, menggambarkan mereka sebagai tim zebra kuat di Seri-A.
Dalam perjalanan sejarahnya, Juve telah memiliki beberapa nama julukan, la Vecchia Signora (the Old Lady dalam bahasa Inggris atau “si Nyonya Tua” dalam bahasa Indonesia) merupakan salah satu contoh. Kata “old” (tua) merupakan bagian dari nama Juventus, yang berarti “youth” (muda) dalam Latin. Nama ini diambil dari usia para pemain Juventus yang muda-muda di era 1930-an. Nama “lady” (nyonya) merupakan bagian dari sebutan para tifoso ketika memanggil Juve sebelum era 1930-an. Klub ini juga mendapat julukan la Fidanzata d’Italia (the Girlfriend of Italy dalam bahasa Inggris atau “Pacar Italia” dalam bahasa Indonesia), karena selama beberapa tahun, Juve selalu memasok pemain baru dari daerah selatan Itala seperti dari Naples atau Palermo, dimana selain bermain sebagai pemain sepak bola, mereka juga bekerja untuk FIAT sejak awal 1930-an. Nama lain Juve adalah: I Bianconeri (the black-and-whites, atau Si Belang) dan Le Zebre (the zebras, atau Si Zebra) yang merujuk pada warna kostum Juventus.

Stadion

!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Stadion Olimpiade TorinoStadion Delle Alpi, dan Juventus Stadium
Stadion Olimpiade Torino, kandang Juventus dari 1933 sampai 1990.

Setelah dua musim perdana mereka (1897 dan 1898), dimana Juve bermain di Parco del Valentino dan Parco Cittadella, pertandingan-pertandingan selanjutnya di gelar di Piazza d’Armi Stadium sampai 1908, kecuali di 1905 saat nama Scudetto diperkenalkan untuk pertama kali, dan di 1906, dimana Juve bermain di Corso Re Umberto.
Dari 1909 sampai 1922, Juve bermain di Corso Sebastopoli Camp, dan selanjutnya mereka pindah ke Corso Marsiglia Camp dimana mereka bertahan sampai 1933, dan memenangi empat gelar liga. Di akhir 1933 mereka bermain di Stadion Mussolini yang disiapkan untuk Piala Dunia 1934. Setelah PDII, stadion tersebut berganti nama menjadi Stadion Comunale Vittorio Pozzo. Juventus memainkan pertandingan kandangnya di sana selama 57 tahun dengan total pertandingan sebanyak 890 kali. Sampai akhir Juli 2003 tempat tersebut masih dipakai sebagai sempat latihan Juve yang resmi.
Dari tahun 1990 sampai akhir musim 2005-06, Juve menggunakan Stadion Delle Alpi, sebagai kandang mereka yang aslinya dibangun untuk Piala Dunia 1990, sesekali Juve juga menggunakan stadion lain seperti Renzo Barbera di Palermo, Dino Manuzzi di Cesena dan San Siro di Milan.
Agustus 2006 Juve kembali bermain di Stadion Comunale, yang sekarang dikenal dengan nama Stadion Olimpiade, setelah Stadion Delle Alpi dipakai dan kemudian direnovasi untuk Olimpiade Musim Dingin Turin 2006.
Pada November 2008 Juventus mengumumkan bahwa mereka akan menginvestasikan dana sebesar €100 juta untuk membangun stadion baru di bekas lahan Stadion Delle Alpi. Berbeda dengan Delle Alpi, stadion baru Juve ini tidak menyertakan lintasan lari, dan jarak antara penonton dengan lapangan hanya 8,5 meter saja, mirip dengan mayoritas stadion di Inggris, dimana kapasitasnya diperkirakan akan berisi 41.000 kursi. Pekerjaan ini dimulai pada musim semi 2009, dan mulai awal musim 2011-12 stadion tersebut kemudian dipakai untuk mengarungi musim dan sejarah baru Juventus.

Pendukung

Tifosi Juventus dalam sebuah pertandingan.
J
uventus merupakan salah satu klub sepak bola dengan jumlah pendukung terbesar di Italia, dengan jumlah tifoso hampir 12 juta orang (32.5% dari total tifosi bola di Italia), merujuk pada penelitian yang dilakukan pada Agustus 2008 oleh harian La Repubblica, dan merupakan salah satu klub dengan jumlah supporter terbesar di dunia, dengan jumlah fans hampir 170 juta orang (43 juta orang di Eropa), selebihnya ada di Mediterrania, yang kebanyakkan diisi oleh imigran Italia. Tim Turin ini juga mempunyai fans club yang cukup besar di seluruh dunia, salah satunya di Indonesia melalui Juventini Indonesia.
Tiket-tiket pertandingan kandang Juve memang tidak selalu habis setiap kali Juve bertanding di Seri-A atau Eropa, kebanyakkan fans Juve di Turin mendukung tim kesayangan mereka lewat bar-bar atau restoran. Di luar Italia, kekuatan supporter Juventus sangatlah kuat. Juve juga sangat popular di Italia Utara dan Pulau Sisilia, dan menjadi kekuatan besar saat Juve bertanding tandang, lebih dibandingkan para pendukung di Turin sendiri.
Untuk kawasan Indonesia sendiri sejak awal musim 2006-07 sudah berdiri sebuah komunitas khusus bagi para penggemar Juventus, dengan nama Juventus Club Indonesia (JCI). Komunitas ini kemudian diakui sebagai satu-satunya fans club resmi Juventus untuk Indonesia pada awal musim 2008-09 setelah hampir tiga tahun berjuang untuk mendapatkan lisensi dari pihak Juventus Italia.

Rivalitas

!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Derby d’Italia dan Derby della Mole

Juventus mempunyai beberapa rival utama di Italia. Pertama adalah klub sekota, FC Torino, di mana setiap pertandingan derbi melawan Torino selalu dijuluki Derby della Mole (Derby dari Torino) yang berawal sejak tahun 1906 di mana lucunya Torino sendiri didirikan oleh mantan-mantan pemain Juventus. Rival Juve yang lain di Italia adalah Internazionale; pertandingan Juve vs. Inter dijuluki sebagaiDerby d’Italia (Derby dari Italia). Sampai akhir musim 2006 ketika Juve terlempar ke seri-B, Inter dan Juve merupakan dua tim yang tidak pernah terdegradasi ke seri-B. Dua klub ini juga menjadi klub dengan fans terbesar di Italia, sejak pertengahan 1990-an. Juve juga memiliki rival dengan AC Milan, AS Roma dan AC Fiorentina.
Sementara untuk kawasan Eropa sendiri, rival utama Juventus adalah Manchester United FC dari Inggris dan FC Bayern Munich dari Jerman, dimana keduanya sangat sering sekali bertemu di ajangLiga Champions Eropa. Satu lagi rival utama Juventus di Eropa adalah Liverpool FC. Khusus Liverpool, tifosi Juve tidak akan pernah melupakan tragedi kerusuhan Heysel 1985 (final Liga Champions 1985), dimana sekitar 30 orang lebih pendukung Juventus tewas di stadion yang berada di Belgia tersebut.

Himne Juventus

Setiap kali Juventus bertanding dihadapan para pendukungnya di Stadion delle Alpi atau Stadion Olimpiade Torino para pendukug Juve selalu menyanyikan sebuah lagu khas untuk mendukung timnya yang tidak diketahui siapa pencipta lagu tersebut. Berikut adalah petikan lagu himne Juventus:
Read More >>